"Iya sabar Ran, baru juga bel.. Loh Damar mana?" tanyaku heran seraya melihat bangku di depanku tak berpenghuni.
"Udah keluar..tau tuh tadi langsung loncat keluar"
"Ohh..."
"Ayoo ah..nanti kalo ngantri gue males Ra.." kata Rana sembari menarik tanganku.
***
Aku mengikuti langkahnya yang terburu-buru. Ia lapar atau apa, aku juga tidak tahu, yang pasti aku tahu adalah fakta bahwa seorang Rana tidak pernah mau mengantri panjang saat memesan sesuatu. Entah dari mana sikap egoisnya yang satu ini berasal, aku belum pernah sekalipun mengenal kedua orangtuanya yang kini ada di luar negeri.
Sambil menunggu Rana, aku duduk di bangku dekat tempat penjual soto ayam, dengan pemandangan menghadap ke arah lapangan basket. Di situ aku lihat sekumpulan anak laki-laki bermain basket sambil bercanda bersama, ada 2-3 orang yang ku kenal dengan baik wajahnya, laki-laki yang berasal dari sekolah yang sama denganku. Melihat mereka bermain seperti melihat............ah sudahlah, aku enggan mengingatnya.
"Hayooo ngelamun terus...." sentak Rana mengagetkanku.
"Ah...enggak kok"
"Lo ngeliatin apa sih? tanyanya sambil melihat ke belakang, ke arah lapangan tadi.
"Gak ngeliatin apa-apa kok"
"Bohong...siapa sih Ra? Glenn? Dika? Rayi? Putra? Mario? Atau yang mana? Ciee Sara jatuh cinta yaa..." balasnya, seraya ia menyebutkan hampir semua lelaki yang ada di sana, yang bahkan aku baru dengar namanya.
"HA? Apaan sih gak jelas banget deh Ran.. Dibilangin aku gak ngeliatin apa-apa, apalagi siapa.."
"Gak usah malu-malulah sama gue Ra, suka tinggal bilang entar dikenalin deh... Hahaha" ledeknya sambil tertawa.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dan berkata, "woi Ran ketawanya, malu-maluin tauu."
"IH apaan sih lo Dam, bawel amat"
"Haa bukannya lo yang bawel? Lagian, ngetawain apaan sih?"
"Mau tau aja..!" jawab Rana diikuti juluran lidah ke arah Damar.
Damar lalu duduk di samping Rana, tepat di hadapanku, dan tepat menghalangi pemandanganku sedari tadi.
"Abis ngapain Dam?" tanyaku akhirnya.
"Telepon," jawabnya singkat, padat, tapi tidak jelas. Tepatnya tidak menjelaskan mengapa ia terburu-buru menelepon setelah bel berbunyi tadi.
"Telepon siapa? Pacar ya?" timpal Rana.
"Mantan," Damar menjawab santai tapi tertunduk.
"HAAAH??" teriakku dan Rana bersamaan. Untung saja tidak ada yang melihat ke arah kami. Aku segera menutup mulut.
"Hehehe, bohong deng..iya, tadi gue nelepon Kiera," balas Damar sambil tertawa. Kali ini aku tidak tahu mana yang bohong dari perkataannya itu. Yang terakhirkah atau tentang Kiera yang kini menjadi mantan pacarnya, secara tadi pagi ia mengeluh tentang Kiera yang ingin mengakhiri hubungan mereka, untuk kesekian kalinya.
Setelah Rana selesai makan, kami berbincang-bincang bersama, atau lebih tepatnya, aku dan Damar mendengarkan celotehan Rana, sambil sesekali menimpali. Sampai aku melihat rombongan 'anak basket' tadi berjalan mendekat ke arah kami, melewati sisi samping kami, dan aku melihatnya, seorang dari mereka dan menatapku. Tatapannya tajam, dalam, tetapi hangat. Lalu ia tersenyum.
entah kenapa jadi senyam-senyum sendiri baca kalimat terkahirnya dissss :'
ReplyDeletehahaha berasa lagi disenyumin. yea. lanjutkaaan!
haha pingkyy! next chapternya baca yaaa :)
ReplyDelete